Rabu, 29 Juni 2011

Chika Gadis Imut Penuh Talenta

Chika, Gadis Imut Yang Penuh Talenta

Gadis cantik nan imut serta bertalenta ini sangat piawai ketika berhadapan dengan kamera. Gayanya yang menggemaskan, menandakan dia sangat terbiasa berlenggak-lenggok mengikuti ekspresinya sendiri.

Dia adalah Chantika Juliana namun biasa dipanggil sehari-harinya dengan sebutan Chika. Gadis yang lahir di Karawang 27 Julia 2002 ini, putri kedua dari pasangan ibu Rini Haryani dan bapak Suryana ini sangat berbakat dalam dunia seni peran. Bahkan Chika sudah sering beradu akting dibeberapa produksi sinetron.

Si imut yang duduk di kelas tiga SDN Gintung Kerta Kecamatan Klari, Karawang ini mengawali mengikuti audisi untuk sinetron pada tahun 2009 di Hotel Pangestu Klari, waktu itu yang menyelenggarakan dari Fajar Film Jakarta. Dengan keberhasilannya di Audisi itu, akhirnya Chika dapat beradu acting dengan para pemain lainnya di sinetron Erik Kena Batunya, Anak Jalanan Yang Baik Hati yang mengambil tempat syuting di Bendungan Walahar Klari.

Selain di dua sinetron itu, pada tahun 2010 Chika pun bermain di sinetron berjudul Peri Yang Baik Hati yang lokasi syutingnya di Kawasan PT. Pupuk Kujang Cikampek. Di sinetron itu, Chika dipercaya sebagai pemeran Utamanya.

Ternyata selain berbakat dalam dunia seni peran, anak yang masih manja ini disekolah nya juga cukup berprestasi. Chika sempat menyabet Juara 3 tingkat Kecamatan Klari pada perlombaaan Kaligrafi. Bahkan Chika termasuk 5 besar dalam rangking di kelasnya. Saat diajak ngobrol dikediamannya oleh NuPo, Chika terlihat masih malu-malu, dan harus selalu didampingi sang bunda tercintanya.

“Chika kan masih kecil Om. Chika kadang suka malu kalau diwawancara gini sama Om Wartawam. Tapi kalau sudah di depan kamera sih, Chika ga malu Om, hehe” ucapnya polos sambil tersenyum terlihat jelas rangkaian giginya yang rapi. 

Saat ditanya hobi nya, si Imut ini langsung nyerocos, menurutnya dia paling suka Menggambar, Menari dan tentunya tak ketinggalan berFashion ria. 

Chika yang tinggal di Kampung Krajan I Rt.07 Rw 01 Gintung Kerta Klari ini bukannya tidak ada aktifitas Syuting sinetron, namun dalam waktu sekarang, dirinya masih enggan untuk melakukan syuting jauh-jauh dari Karawang. alasan kedua orang tuanya, Chika takut terganggu sekolahnya. 

“Kalau syuting jauh dari Karawang repot juga kang, kasihan Chika, kan paginya harus sekolah. Makanya kalau jauh kami tidak mengizinkannya terlebih dahulu. Khawatir terganggu sekolahnya” ucap sang bunda Chika. (>>Taufik*Tim))

"GINCU MERAH" WTS Komplek Pelacuran tanah Merah

“GINCU MERAH” WTS Di Komplek Pelacuran Tanah Merah


Kedung Waringin, Nuansa Metro
                Tempat prostitusi yang satu ini sangat berbeda dengan tempat prostitusi-prostitusi yang lainnya. Ditempat ini suasananya sangat gersang dan cukup kotor oleh debu tanah merah yang berasal dari jalan raya yang ada di depan komplek pelacuran sepanjang tanggul irigasi ini. Tempat prostitusi ini tidaklah sulit untuk dicari, berada tepat diwilayah Desa Karang Harum, Kecamatan Kedung Waringin. Namun sepertinya, para penghuni komplek tersebut sepertinya terlihat nyaman-nyaman saja. Padahal apabila musim hujan datang, maka jalan tersebut sangat sulit dilalui oleh kendaraan roda empat, walaupun bisa para pengendara harus ektra hati-hati dalam mengendarainya.
                Kenyamanan yang dirasakan para penghuni komplek pelacuran itu terlihat ketika NuPo mencoba mampir ke salah satu rumah yang didalamnya ada beberapa wanita dengan dandanan seksi. Ketika NuPo masuk kedalam ruangan dan dipersilahkan duduk. Ada yang sedikit membuat hati ini menggelitik, wanita yang berada diruangan itu semuanya bergincu (Lipstik,red) berwarna merah cabe.
                “Silahkan duduk kang. Mau minum apa nih. Kalau mau Bir juga ada kok” ucap wanita berbadan tambun dan bergincu warna merah cabe itu. “Oh terimak kasih teh. Nanti dulu aja yah, bentaran nih mau ngaso dulu,” jawab ku sambil menyenderkan kepala ditiang bambu. “Laaah, mau ngaso mah didalam kamar aja kang, sambil bawa minuman yuk. Ntar sambil dipijitin punggungnya dah” timpal wanita yang lainnya. 
                Waduuh, kiranya para wanita pekerja seks disini maunya langsung aja nih. Sambil menyenderkan kepala aku tidak mau disebut sebagai tamu tidak berduit, akhirnya kami berdua memesan minuman satu botol Bird an satu minuman mengandung soda. “Coba teh, kami pesen satu Bir putih dan satunya lagi Fanta. Dan sekalian rokoknya satu bungkus” kata ku kepada wanita yang badan nya tambun tadi.
                Terlihat wajah para wanita itu agak sedikit menebar senyum kepada kami berdua. Padahal sebelum kami memesan minuman tadi, wajah para pekerja seks itu terlihat cembetut dan seolah tidak memperdulikan atas kedatangan kami yang disangkannya hanya akan menumpang duduk saja. Barulah, ketika kami memesan minuman, dua wanita bergincu merah serta ber rok pendek menyambangi tempat duduk kami. “Nah gitu dong kang. Kan asyik kalau kita ngobrol sambil minum mah, ya kan?” celetuk wanita berbadan kurus yang ada disamping aku (penulis).
                Disaat kita berdua mulai minum, kedua wanita pekerja seks itu akhirnya memperkenalkan diri, sambil menyebut namanya masing-masing. “kenalkan kang, nama saya Mumun dan itu teman saya namanya Euis. Akang siapa namanya dan dari mana?” ucap wanita yang mendampingi ku. Dengan seadanya kami berdua menjawab sekenanya saja, karena aku pikir menyebutkan nama asli ditempat pelacuran tidaklah wajib.
                   “Kang, boleh saya minta minumannya yah. Masya akang minum, kami nggak. Boleh yaaah?” pinta wanita yang bernama Mumun. “Ambil aja dua teh,” jawab ku lagi. Setengah jam kami berempat ngobrol ngalor ngidul. Rupanya kedua wanita itu sudah tidak sabar ingin mengajak kami berdua kedalam kamar untuk check in. “Ayo kang, didalam kamar aja yuk. Didalam lebih nyaman daripada disini. Nanti aku pijitin yah?” ajak Euis kepada ku. Aku yang memang ingin mengorek keterangan seputar kehidupan dikomplek pelacuran ini, akhirnya tawaran itu tidak aku tolak.
                Sambil tangannya yang satu menggenggam botol minuman, Euis akhirnya menarik lengan ku sambil matanya berkedip kepada Mumun, yang tentunya tanda signal sesuatu. Aaah, aku tidak peduli apa lah artinya tanda kedipannya itu. “Kang, saya istirahat duluan yah?” kata ku kepada teman. Sesampai didalam kamar yang berukuran 2,5 meter X 3 meter dan berdinding bilik itu si Euis langsung menjatuhkan pantatnya diatas kasur yang sudah lapuk, sambil membuka kaos yang dikenakannya. “Disini gerah banget kang. Mesti buka baju ngobrolnya nih” tuturnya sambil mengibaskan rambutnya yang panjang sebahu.
                Aku juga akhirnya ikut duduk diatas kasur yang sudah lapuk dan mengeras itu. Kulihat, sekeliling ruangan kamar yang sempit itu biliknya dipenuhi tempelan kertas Koran. Mungkin maksudnya untuk menutupi dinding bilik yang bolong-bolong agar orang luar tidak dapat mengintip dikala si WTS itu sedang bermesraan bersama tamunya didalam kamar. “O iya, ngomong-ngomong, kenapa sih kok semua wanita-wanita yang disini lipstiknya sama berwarna merah cabe. Kok seragam banget yah?” kubuka obrolan awal ku kepada Euis. “Ga tau juga sih kang. Saya sih tadinya ga begitu kok. Karena melihat temen-temen memakai gincu merah cabe, akhirnya saya jadi ikut-ikutan deh. Mungkin karena disini tempat pelacurannya berada di daerah Tanah Merah, jadi lipstiknya pada pakai warna merah. Tapi ga tau deh ah!” ungkap Euis sambil menarik rok pendeknya yang seolah agar terlihat celana dalamnya oleh ku.
                Euis yang berasal dari daerah Subang itu, mengaku baru tiga bulan menjalani pekerjaan mencari uang dengan menjual diri. Menurutnya, dia baru lima bulan di cerai oleh suaminya. Hasil buah perkawinannya dia dikaruniai seorang anak laki-laki yang kini baru berusia sepuluh tahun. “Suami saya kawin lagi kang, lalu karena saya tidak mau dimadu akhirnya saya malah yang diceraikannya. Tapi saya sangat beruntung diceraikan oleh dia. Dia itu suami yang temperamental dan suka mabuk-mabukan. Uang hasil ngojek motornya habis dipakai mabuk-mabukan dan main cewek. Walau pertamanya sakit, tapi sudah dijalani hidup menyendiri itu lebih baik daripada masih bersuamikan dia” beber Euis yang menceritakan masa lalunya bersama suaminya yang telah dia anggap musuh.      
                Mungkin saking karena kesal mengingat dengan masa lalunya, kulihat butiran air mata jatuh dari matanya. “Padahal sebenarnya, kalau memang ada pekerjaan lain, aku lebih senang memilih pekerjaan yang halal kang. Dari pada kerja beginian, sebenarnya aku sudah malu. Apalagi kalau sampai anak ku tahu bahwa ibu nya itu seorang wanita pekerja seks. Kadang kalau malam aku susah tidur kang, memikirkan nasib ku ini, apakah masih ada laki-laki yang mau menjadikan aku istrinya, sedangkan aku hanya seorang pelacur” urai Euis yang langsung memeluk ku.
                Aku yang sedari tadi hanya sekedar menjadi pendengar, akhirnya ikut dalam kesedihan mendengar keluhan hati Euis yang masih begitu ingin menjalani kehidupan normal seperti wanita lain pada umumnya. Ternyata memang kita tidak sepantasnya mencap seorang pelacur itu negative. Sebenarnya masih banyak wanita-wanita pekerja seks komersial itu menginginkan hidup normal layaknya wanita-wanita pada umumnya yang memiliki keluarga, suami dan anak-anak. Namun mungkin untuk meraih kesempatan itulah yang memang belum berpihak pada mereka (pelacur).
                Satu jam sudah Euis bercerita dan mengungkapkan kegalauan hatinya kepada ku. Memang sejak awal tadi masuk ke kamar, aku sudah berpesan kepada Euis, bahwa aku tidak akan “Main”. Dan Euis rupanya mengerti dengan perkataan ku. Dan karena waktu jualah aku harus pamit kepada Euis untuk pulang. “Kapan-kapan kesini lagi ya kang. Jangan kapok dengan situasi disini yah. Maaf juga, tadi Euis tidak sadar telah menangis di pelukan akang. Sekali lagi maafkan Euis ya kang” ucapnya sambil menjabat tangan kanan ku.
                “Akang juga pamit pulang dulu ya. Ini akang hanya ada uang dua ratus ribu. Ga apa-apa ya Is” kataku sambil memberikan empat lembaran uang lima puluh ribuan ketangan Euis. Ternyata, ketika aku keluar kamar, teman ku yang satunya sudah lebih dulu keluar dari kamar bersama Mumun wanita yang bertubuh tambun itu. Dengan mengendarai sepeda motor akhirnya aku dan teman melesat memacu kendaraan menuju pulang. Selamat tinggal sang gincu merah……. (>>Yonan)      

Aku Sangat Puas "Melayani"....


Aku Sangat Puas “Melayani” Majikan dan Anak nya

 
Gambar : Ilustrasi
Pertama aku minta maaf terlebih dahulu kepada keluarga Pak David yang mana kisah cerita kita aku tuangkan kedalam tulisan dan aku sengaja kirimkan ke Tabloid ini. Maksudnya bukan aku ingin terkenal atau apapun bahasanya. Aku menceritakan ini hanya ingin agar masyarakat tahu. Bahwa perbuatan seperti ini sangat tidak terpuji dan merugikan orang lain. Terutama kepada orang yang telah baik terhadap kita.

Namaku Mimin, usia ku kini sudah 40 tahun. Keluargaku terbilang keluarga kurang mampu. Orang tua ku berasal dari daerah terpencil yang ada di daerah Utara Karawang Jawa Barat. Bapak ku hanya seorang buruh serabutan, juga ibu ku sekedar kuli cuci pakaian para tetangga. Aku sendiri mempunyai saudara kandung empat orang, aku adalah anak tertua.

Karena kehidupan orang tua ku yang serba kekurangan, akhirnya untuk membantu meringankan bebannya, aku yang baru berumur 17 tahun dinikahkan sama pria pilihan mereka. Karena aku tidak mau disebut anak durhaka, akhirnya kami dinikahkan, walau sebenarnya hati ini tidak menginginkannya. Setelah menikah akhirnya aku pun diboyong suami untuk menempati rumah baru di daerah asal suami ku Cikampek. Memang benar, setelah aku menikah, aku dapat mengumpulkan uang dari sisa resiko rumah tangga yang diberi oleh suami ku yang pekerjaaannya sebagai levelansir barang-barang material.dan akupun tak lupa membantu orang tua ku di kampong.

Waktu berjalan cepat, sudah dua tahun aku membina rumah tangga namun. Prahara biduk rumah tangga mulai goyah. Karena sudah dua tahun berumah tangga aku belum juga menunjukan tanda-tanda kehamilan. Suami ku mulai berbuat macem-macem dan sering menyinggung perasaan ku, bahkann tak segan-segan suka memukuli ku tanpa sebab. Klimak nya, pada bulan Juli tahun 1990 suami tega menceraikan dan mengantarkan diriku kepada orang tua di kampung. Mungkin karena suami sudah tidak mau diajak musyawarah, akhirnya kedua orang tua ku menerima keputusan suami ku dengan berat hati dan kecewa.   

Setelah menerima talak satu dari suami ku, aku hanya dapat berdiam diri saja dirumah dn menyesali kenapa diriku tidak dapat hamil. Namun sepertinya penyesalan tiadalah artinya. Setahun lamanya aku berdiam diri dirumah tanpa pekerjaan, suatu hari saat aku sedang menyapu halaman, paman ku yang dari Bekasi tiba-tiba dating kerumah orang tua ku.

“Assalamualaikum, waduuuh janda anget lagi nyapu halaman nih” teriak paman mengagetkan konsentrasiku. Aku yang sedikit kaget, menjawab juga salam nya. “Neng, bapak ma emak ada ga. Amang (Paman,red) jauh-jauh dari Bekasi ada perlu banget, mau ada yang diceritain sama neng dan orang tua neng” tambahnya.

“Certain aja sekarang mang, kan amang perlunya ken eng juga kan?” jawab ku penasaran. Tidak lama kemudian, paman ku itu menceritakan maksud kedatangannya itu. Bahwa dirinya dimintai tolong oleh temannya untuk mencarikan seorang pembantu untuk ditempatkan disalah satu keluarga orang kaya di Bekasi. “Yeh ari amang, jangan jauh-jauh atuh. Neng juga mau. Kan neng sekarang sudah tidak punya suami dan lagi jadi pejabat nih, pengangguran se jawa barat, gitu loh, hehe” ucap ku sambil lelucon. “Ya, kalau neng mau dan pastinya diijinan sama ema dan bapak sih amang ga apa-apa. Berarti gak perlu nyari orang lain” sergah paman ku.

Akhirnya ketika sorenya kami berembuk bersama orang tua dan adik-adik ku, dan aku diijinkan untuk bekerja sebagai pembantu di Bekasi. Sore itu juga aku dan paman ku yang mengendarai sepeda motor langsung bergegas meninggalkan kampong kelahiran ku itu. Dua jam setenga perjalanan menuju Bekasi, akhirnya aku sampai juga dirumah teman paman ku. “Oh, ini toh calon pembantunya Pak Johan itu. Ck..ck..ck..montok banget. Ini siapa kamu Sup?” Tanyanya kepada Paman ku.

“Huuss, ini keponakan ku dari kampong. Dia abis dicerain sama suaminya. Awas jangan macem-macem loh Ded!. Udah, yuk kita kerumahnya Pak Johan saja, mumpung belum malem nih” ajak paman kepada temannya. Akhirnya kami bertiga dengan mengendarai dua motor menuju rumah Pak Johan disalah satu perumahan yang cukup Elite di Kota Bekasi.

Lima belas menit perjalanan akhirnya kami sampai juga didepan rumah yang cukup megah milik Pak Johan. Setelah memencet Bel yang ada di pojok tembok, keluarlah salah satu pria yang berusia 35 tahunan. “Oh kang Dedi dan kang Usup, mari masuk. Dari siang tadi juga bapak dan ibu sudah nunggu-nunggu. Mari masuk neng” kata lelaki tadi sambil mempersilahkan masuk.

Ketika kami bertiga berada diruang tamu, tidak lama keluarlah seorang pria separuh baya yang berperawakannya cukup atletis. Setelah pria memperkenalkan diri, barulah saya tahu, bahwa itulah sang pemilik rumah, Pak Johan. “Maaf agak lama menunggu yah, kebetulan ibu nya sedang arisan keluarga bersama Robert anak saya di daerah Cakung. Maaf tidak ada apa-apa, maklum si bibi (Pembantu) nya sudah pulang kampung” ucap Pak Johan dengan santunnya. “Oh ini toh calon pembantu yang dimaksud kang Dedi itu” tambahnya. Kang Dedi temannya paman, langsung mengiyakan, “Iya ini pak, dia ini masih keponakannya kang Yusup. Dia orang Karawang, tapi daerahnya yang dekat dengan laut utara itu loh Pak, hehe” sergah kang Dedi.

Sejam sudah kami ngobrol, akhirnya paman dan kang Dedi pamitan untuk pulang. “Yang betah ya neng. Awas jaga diri baik-baik” bisik paman didaun telinga ku. Sepeninggal mereka,  diruang tamu hanya ada aku dan Pak Johan. Sebenarnya sejak kali pertama melihat pak Johan, kenapa perasaan ku menjadi lain. Jantung ku seolah berdetak tak karuan serta darah ditubuh ku mengalir cepat. “Ah, mungkin hanya perasaan ku saja. Tapi memang majikan ku ini walaupun sudah berumur, tapi sangat menarik. Seperti apa rasanya yah, bila ada dipelukannya” pikirku dalam hati. “Heeyy, kok melamun sih de. Apa yang kamu lamunin. Pacarnya yah?’ gertak Pak Johan yang membuyarkan lamunan ku.

“Ah nggak Pak, hanya malu saja sama bapak. Saya ga terbiasa ada didalam rumah yang semewah ini. Jadi malu saya nya pak. O, iya pak, dimana nanti tempat tidur saya?” kata ku mengalihkan pembicaraan. Ditanya begitu, pak Johan akhirnya mengajak ku keruangan dalam untuk menunjukan kamar buat ku. Ternyata kamar ku berada di lantai dua. “Ini kamar mu Min. Disitu juga ada kamar mandinya. Dan kamu akan mandi sepuasnya tanpa ada yang mengganggu. Hehe..” canda Pak Johan.

Tak terasa ini merupakan tahun ke dua aku bekerja di keluarga pak Johan. Selaiin pak Johan dan istrinya baik kepada ku, anaknya yang bernama Robert pun sangat santun. saya merasa kerasan, karena keluarga ini cukup baik memperlakukan aku sebagai pembantu, bahkan memberikan lebih dari apa yang diharapkan oleh seorang pembantu. Tapi saya juga sadar akan hal ini, terutama akan kebaikan pak Johan, yang terlalu berlebihan. Namun aku tak begitu memikirkannya. Sepanjang hidup ku terjamin, aku pun dapat menabung kelebihannya untuk jaminan hari tua nanti. Perkara kelakuan pak Johan yang selalu minta dilayani kebutuhan biologisnya jika kebetulan istrinya tak ada di rumah, itu adalah perkara lain. Aku tak memperdulikannya, soalnya akupun sangat membutuhkan dan menikmatinya pula. Aku juga kan wanita normal, yang pernah merasakan berumah tangga dan mendapatkan kehangatan seorang laki-laki.

Sejujurnya sejak aku baru enam bulan bekerja dirumah itu, Pak Johan dengan terus terang kepada ku kala itu aku sedang berada di dapur, dia membisikan bahwa dirinya sangat tergila-gila melihat kedua payudara ku yang montok dan kenyal. Kulit ku memang agak kecoklatan namun terawat bersih dan halus. Soal wajah meski aku tidak tergolong cantik, namun katanya aku memiliki daya tarik tersendiri. Sensual! Begitu kata majikan ku saat pertama kali kami bercinta di kamar tidur ku, waktu itu istri dan anak nya tidak berada dirumah, pak Johan lebih awal pulang kerumah.

Ketika itu usia ku yang masih relative masih muda dan rasa seks yang masih tinggi. Setiap ada kesempatan aku dan pak Johan selalu bermesum ria. Apakah itu di ruang tamu, dapur ataupun kamar mandi, ketika kami berdua sama-sama lagi ‘pengen’, pasti akan kami lakukan, tentunya disaat istri dan anaknya tidak berada dirumah.

Anak Majikan memperdayai Ku
Ternyata, perselingkuhan diriku dengan keluarga itu bukan hanya dengan pak Johan, namun aku justeru malah terpikat oleh anaknya yang masih terbilang bau kencur. Peristiwa itu terjadi ketika Pak Johan mendapat tugas kerja dari kantornya kedaerah Kalimantan Timur selama tiga bulan lamanya. Padahal aku ini bukan istri syah nya, namun perasaanm ku ditinggal pak Johan serasa ditinggal sang suami. Otomatis jatah seks yang selalu aku terima dari pak Johan harus berhenti sementara. Jelas selam stu minggu saja ditinggalkan, kepala ku serasa pening, akhirnya diam-diam aku masturbasi didalam kamar mandi.

Pada suatu hari, tepatnya hari minggu siang, dirumah tidak ada siapa-siapa istri pak Johan berangkat ke arisan ibu-ibu kantornya. Robert entah kemana sejak pagi hari dia sudah pergi bersama temannya. Aku yang kesepian sendiri dirumah akhirnya memutuskan untuk mandi setelah setengah hari bekerja membersihkan rumah. Disaat aku sedang mandi, perasaan ku merasa tak enak, seolah ada orang yang sedang mengintip. Saat itu aku teringat, pada waktu masuk ke kamar pintunya lupa tidak aku kunci. Benar dugaan ku, ketika selesai mandi disamping lemari pakaian ada Robert sedang berdiri sambil cengegesan. “Maaf Bi. Tadi waktu saya manggil-manggil tidak ada sahutan, setelah aku buka pintu ga dikunci lalu aku beranikan masuk dan melihat Bibi sedang mandi” ucap Robert dengan gaya lugunya.

Jujur saja, saat melihat Robert, seolah aku melihat dia adalah Pak Johan yang berdiri dihadapan ku.”Ya udah, memang ada apa manggil-manggil bibi. Robert mau minta tolong ma bibi. sekarang bibi mau pakai baju, Robert keluar dulu yah?” jelas ku. “Aku minta dikerokin, kayaknya masuk angin bi, udah disini aja, ga usah ganti baju, pakai handuk juga ga apa-apalah bi” elak Robert sambil menarik tangan ku agar duduk di kasur. Robert langsung membuka kaosnya, dan memberikan kerikan beserta hand body nya. Ketika aku sedang mengerik punggungnya, tiba-tiba tangan Robert menarik handuk yang sedari aku lilitkan di tubuhku yang montok. Karuan saja tubuh ku seketika itu menjadi telanjang bulat. “Duh, jangan nakal begitu dong bert, nanti ketahuan Ibu bisa berabe. Bibi bisa dipecat Bert” pekik ku seperti tak digubrisnya.

“Jangan pura-pura lah bi, apa saya harus bilang bahwa bibi dan papah suka begituan dirumah ketika Ibu sedang tidak ada?, aku tuh pernah lian kalian bersetubuh didalam kamar papah, waktu itu aku sempat mengintip tapi kalian tidak melihatnya” gertak Robert. Jelas perasaan ku saat itu bagaikan tersambar petir di siang bolong. Muka ku langsung pucat mendengar kata-kata Robert seperti itu. “Sekarang tinggal pilih. Bibi mau melayani aku atau tidak. Atau aku bilang saja ke Ibu, bahwa kalian sering bersetubuh dirumah ini? Sekarang terserah bibi” ancamnya. Namun sesungguhnya dalam hatiku, walaupun Robert tidak mengancam pun aku pasti mau melakukan itu, tapi aku menjaga imej terlebih dahulu.
Aku yang terdiam, langsung dimanfaatkannya. Tubuh ku yang sudah telanjang ini, menjadi santapan anak yang masih bau kencur itu.

 Namun aku tak menyangka, ternyata Robert memiliki stamina kuat seperti pak Johan. Dia dapat mengimbangi keganasan nafsu seks ku yang sudah menggebu-gebu, menjelang pukul 9 malam, akhirnya kami berdua tergolek lemas. Empat ronde kami tuntaskan permainan diatas ranjang dan dikamar mandi, segala gaya kami lakukan.Setelah Robert puas, dia langsung kembali ke kamarnya untuk istirahat, “Terimakasih ya bi, pantas saja papah ketagihan. Ternyata punya bibi memang enak” ejek Robert sebelum meninggalkan kamar ku. 

Setelah Robert meninggalkan kamar ku, aku sempat berpikir, tidak apalah pak Johan tidak ada pun, toh anaknya pun mampu mengobati kekangenan ku akan seks. Selama tiga bulan pak Johan di Kalimantan Timur, selama itu pula Robert yang selalu memenuhi keinginan seks ku. Dan setalah kepulangan kembali pak Johan kerumah, otomatis aku langsung melayani dua orang sekaligus. Namun disini aku lah yang berperan membagi waktunya agar tidak bentrok antara pak Johan dengan Robert anaknya.

Selama aku tujuh tahun bekerja di rumah itu, aku sangat terpuaskan. Masalah materi tidak terhitung, apalagi kebutuhan seks, aku dalam sehari harus melayani kedua kekasih gelap ku itu. Keduanya sangat kuat, dan selama sepuluh tahun itu juga keduanya sama sekali tidak mengetahui tentang pembagian jatah seks itu. Itu semua karena kepiawaian ku mengatur waktunya.

(Seperti yang diceritakan sumber kepada Yonan dari Nuansa Metro. Dan sesuai permintaan sumber, nama-nama yang tercantum dalam tulisan diatas sengaja di palsukan)